Jumat, 17 Maret 2017

KASUS KEWARGANEGARAAN GANDA DI INDONESIA


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“KASUS KEWARGANEGARAAN GANDA DI INDONESIA”


Nama : Utari Wulan Fitri
Kelas: 1DA02
Npm: 47216489


UNIVERSITAS GUNADARMA
DIREKTORAT BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
TAHUN 2016/2017



  1. Kasus kewarganegaraan Archandra Tahar
           Arcandra Tahar, mantan Menteri ESDM yang diberhentikan Presiden Joko Widodo dalam 21 hari masa jabatannya. Sudut pandang pertama dari internal pemerintahan yang melihat kasus itu sebagai masalah administrasi. Substansinya, Arcandra sebagai ahli kilang lepas pantai yang dianggap berjasa mengembalikan Blok Masela, dibutuhkan tenaganya untuk memajukan negeri di bidang energi.          Jangan sampai keahlian yang sudah diakui kalangan internasional itu tidak bisa dimanfaatkan untuk bangsa, bisa-bisa direbut negara lain. Inilah ”mazhab substansial” yang berusaha menempatkan urgensi jabatan Arcandra di atas aspek legal dan formal. Didorong oleh dukungan dan pembelaan atas pemilihan Arcandra, sejumlah menteri telah memberikan pernyataannya. Mulai dari Mensesneg Pratikno, Menkopolhukam Wiranto, hingga Menkumham Yasonna Laoly yang menyatakan Arcandra warga negara Indonesia. Bukan warga negara AS. Namun kemudian Yasonna mengakui kalau Arcandra memiliki paspor AS.
  1. Pendekatan analis yudiris kewarganegaraan
            Pada Pasal 20 berbunyi, "Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda."

            Kasus Arcandra Tahar ini menjadi sangat serius dan pelik secara hukum dan politik, ketika dalam statusnya tersebut ia malah dilantik sebagai Menteri ESDM oleh Presiden Jokowi, pada 27 Juli 2016. Padahal Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, khususnya Pasal 22 ayat 2 mewajibkan hanya WNI yang boleh diangkat sebagai menteri.
  1. Dwi kewarganegaraan kasus Archandra Tahar
            Kementerian Hukum dan HAM telah menerbitkan kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama Archandra Tahar melalui SK. Menkum HAM bernomor AHU-1 AH.10.01 Tahun 2016, hal ini merujuk kepada Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007. Dimana dalam Peraturan tersebut Presiden RI mempunyai wewenang untuk dapat memberikan kewarganegaraan RI kepada orang asing yang telah berjasa kepada Negara RI (Pasal 13), namun tentunya wewenang tersebut tidak bisa serta merta dijadikan Archandra Tahar sebagai WNI, melainkan mekanisme tersebut harus selaras dengan Undang-Undang yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan pada pasl 19 sangat jelas menyebutkan bahwa seorang warga negara asing harus bertempat tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut untuk bisa mengajukan permohonan sebagai WNI, sedangkan Archandra Tahar belum memenuhi persyaratan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan kewarganegaraan RI atas nama Archandra Tahar melalui SK MenKumHAM bernomor AHU-1 AH.10.01 Tahun 2016 melanggar UU No 12 Tahun 2006.

  1. Cara mendapatkan  kewarganegaraan kembali
            Syarat pemberian status WNI  jika  mengacu pada Pasal 31 yakni telah berusia 18 tahun atau sudah kawin, pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kemudian, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara satu tahun atau lebih, jika memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, dan membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.

  1. Hal-hal yang mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006, seorang Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan
1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri
2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain
3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya sendiri, dengan ketentuan:
  • telah berusia 18 tahun
  • bertempat tinggal di luar negeri
4. masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin dari Presiden
5. masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, yang mana jabatan dalam dinas tersebut di Indonesia hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia
6.mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri;
7. turut serta dalam pemilihan seseuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan keikutsertaannya;
8. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya;
9. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir, dan setiap lima tahun berikutnya yang bersangkutan tetap tidak mengajukan pernyataan ingin menjadi Warga Negara Indonesia kepada perwakilan Indonesia, meskipun telah diberi pemberitahuan secara tertulis. Jelas dalam UU tersebut seseorang dapat kehilangan kewarganegaraannya apabilamemperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan dirinya sendiri. Dalam kasus Arcandra Taharkita belum bisa memastikan apakah ada paksaan pada Arcandra dalam melakukan sumpahkesetiaan negara AS.


Referensi: